Memahami seorang Ayah yang sudah ketinggalan zaman
Daftar Isi
Umur saya saat menulis artikel ini sudah menginjak 35 Tahun, sudah tua gaes. Anak saya sudah ada 1 putri yang lucu. Entah kenapa tiba-tiba ingin menulis artikel tentang Ayah, mungkin kangen saja sih karena kebetulan saya bekerja di luar pulau. Saya lahir dipertengahan zaman transisi dari teknologi yang biasa saja sampai saat ini saya mengenal menulis di blog, bahkan smartphone yang canggih. Sebetulnya orang tua saya pun pada akhirnya mengalami masa transisi yang seperti saya alami juga. Yang berbeda, beliau mengalami transisi ini dirange umur yang sudah tidak produktif. Sedangkan saya masih berada di umur yang sangat produktif. Bahkan perkembangan ini pun saya nilai tidak hanya di faktor teknologi, faktor lain seperti kebudayaan, etika dan tingkah laku pun mulai terasa perbedaannya. Mari kita bahas satu persatu masa transisi tersebut yah gaes, ini menurut segi pandang sang penulis.
TEKNOLOGI
Salah satu contoh kecil adalah Handphone. Zaman orang tua saya diumur produktif, yang dilakukannya untuk berkomunikasi yakni dengan surat, telegram, kurir mungkin. Telepon kabel mungkin sebagian sudah mengalaminya. Perkembangan smartphone pun seperti itu, berawal dari Nokia, kemudian Android dan iOS. Dengan seperti itu besar kemungkinan Ayah kita sudah ketinggalan zaman. Lantas bagaimana yang kamu lakukan ketika kedua orang tuamu tidak mengenal teknologi ini? Menurut saya kita pasti sangat kesulitan untuk berkomunikasi dengan beliau. Akan terasa useless ketika kamu memberikan sebuah smartphone canggih kepada kedua orang tuamu saat kamu akan pergi meninggalkannya jauh. Sebuah benda berbentuk kotak memanjang, yang tidak tahu cara mengoperasikannya.
Tingkah konyol kita seakan tidak peka dengan keterbatasan kemampuan kedua orang tua yang semakin tua setiap harinya.
"Pah, ade kirim pesan di WhatsApp tolong dibaca ya karena penting." pesan yang masuk ke HP Ayah kamu.
Tanpa adanya edukasi dari kamu sebagai seorang anak, tentunya mustahil beliau bisa memahami HOW TO membaca pesan WA dari kamu. Terlebih jika kedua orang tua mu tinggal berdua saja, tidak ada adik atau kakak yang menemaninya. Itu yang harus kita fahami kepada Ayah dan Ibu kita di zaman teknologi yang canggih ini.
KEBUDAYAAN
Hal yang lekat dengan sosial kemasyarakatan tentu tidak lepas dari budaya. Ada budaya kita yang memang harus dijaga dan dipelihara sebagai warisan untuk anak cucu kelak. Dan ada budaya transisi yang harus di filter agar tidak sembarangan masuk kedalam adat istiadat kita kesehariannya. Ada satu kasus yang saya baca di berita online tentang Honnor Killing, suatu budaya sebagian besar timur tengah yang menurut saya sangat kejam. Honnor Killing saya artikan sebagi membelah hak dan martabat keluarga. Saya melihatnya anak perempuan sebagai objek disini, karena disana anak perempuan lebih seperti kasta terendah disilsilah keluarganya. Sehingga jika kedapatan anak perempuan dalam satu keluarga menyimpang dan meresikokan kepada martabat keluarganya, keluarga itu sendiri tidak segan-segan untuk menghukumnya dengan keras.
Mungkin di Indonesia ada juga yang seperti itu, tidak menutup kemungkinan tentunya. Maka sebaik kita setidaknya selalu memberikan dialog kepada kedua orang tua apa yang diinginkan kita. Apakah melanggar budaya yang sudah ada atau mungkin bisa dibebarengin dengan budaya yang sudah ada didalam keluargamu itu. Sulit gaes, saya juga mengalami hal-hal yang seperti ini. Tapi saya yakin selalu ada jalan keluarnya ketika kita bersebrangan dengan pendapat orang tua.
Saya rasa dua pokok itu yang ingin saya sampaikan, masih banyak hal-hal yang harus bisa kita jelaskan kepada kedua orang tua kita ini. Sulit pasti sangat sulit, tapi selalu ingat ya gaes pepatah dari seorang bijak berikut ini:
"Tidak ada namanya bekas orang tua, ataupun bekas anak. Seberat apapun permasalahan kamu, orang tuamu lah yang merawat kamu. Ridlomu ada dikedua orang tua mu. Selesaikanlah dengan penuh kasih sayang permasalahanmu. Pasti ada jalan keluar."
Posting Komentar